Selasa, 04 Januari 2011

AYAH KEMBALI

Ibu terus berdoa dan berdoa di dalam kamarnya. Aku tidak tahu apa yang didoakannya. Aku hanya tahu, jika ibu sedang berdoa maka akan memakan waktu yang lama. Jika ibu sedang berdoa, maka tidak ada yang boleh mengganggunya. Kami punya kamar yang khusus untuk dipakai untuk berdoa.

Hanya saja secara iseng aku selalu mengintip ibu yang selalu berdoa. Dan Selalu kudengar nama ayahku, Mardi disebut. “Ampunilah Mardi, Tuhan, ampunilah Mardi.”


Doa yang selalu kudengar. Aku menjdi heran, mengapa ibu selalu menyebut nama ayahku itu, padahal dia sudah meninggalkannya lebih dari 10 tahun. Mengapa juga harus diingat. Hal yang sama dilakukan ketiga adikku. Mereka selalu bertekun dalam doa dan selalu membawa nama ayahku.

Memang dulu waktu awal kami ditinggalkan ayahku. Kami semua selalu bersepakat utuk membawanya dalam doa agar dia kembali. Kami juga sepakat bahwa ibu tidak boleh menikah lagi, karena ayah kami hanya satu, Mardi. “Ibu jangan menikah lagi, ya. Ibu jangan menikah lagi. Kami tidak ingin ayah baru selain ayah kami yang asli itu.” Itu perkataanku kami, keempat anaknya waktu ayah meninggalkan ibu sepuluh tahun yang lalu.

“Jika ada ayah yang datang ke rumah ini, maka itu adalah ayah kami, ayah kami yag asli,” kata Mina, adikku yang baru berusia sepuluh tahun.

Ibu akhirnya menuruti permintaan ke empat anaknya. Kami, keempat anaknya tidak berpikjir tentang kebahagiaan ibu, padahal ibu adalah wanita yang cantik. Ibu adalah wanita yang mampu memikat pria manapun. Tapi kami tidak peduli, ibu tidak boleh menikah lagi.
Kami juga tidak peduli kalau ibu harus pontang panting dalam mencari uang agar bisa menghidupi keluarganya. Kami tidak peduli, karena memang ibu tidak pernah sambat kepada kami. Ibu selalu tampil dengan wajah yang bahagia di depan kami.

Keempat anaknya, Aku, Mina, Mira dan Albert, kemudian selalu membawa doa kami kepada Tuhan agar Tuihan mengembalikan ayah kami itu. Kami selalu berdoa dengan tidak jemu-jemunya. Setiap hari selalu nama ayah kami kami bawa dalam doa. Setiap hari, dan itu selalu kami lakukan berempat.

Sehari, dua hari, seminggu, sebulan, setahun, lima tahun tidak ada perubahan. Kondisi tetap sama. Ayah tidak pernah kembali. Ayah tidak pernah datang kerumah ini. Hanya ibu dan keempat anaknya yang ada dirumah ini.

Satu persatu dari kami mulai undur diri dalam doa. “mengapa harus berdoa kalau ayah tidak kembali-kembali. Membuang-buang waktu dan tenaga,” kata ku kepada ketiag adikku waktu mereka mengajakku untuk bersama berdoa tentang ayah. Sudah lima tahun hingga aku memutuskan untuk tidak lagi berdoa bersama meminta kepada Yesus agar ayahku kembali.

Akhirnya satu tahun kemudian, giliran Mina yang keluar dari kelompok doa. “Sudah enam tahun tetap tidak ada hasil. Padahal selalu berdoa hampir setiap hari, mengapa hasilnya seperti ini. “kata Mina.

Hanya tersisa dua orang yang berdoa, yaitu Mira dan Albert. Dan sama dengan yang lain, maka Mira pun mengundurkan diri dari doa. “mengapa harus doa-doa terus. Jika memang Tuhan menghendaki ayah untuk kembali maka dia akan kembali, tetapi jika tidak maka ayah tidak akan kembali. Semua kuserahkan pada Tuhan saja, terserah Tuhan mau melakukan apa kepada ayah.”

Kami kemudian sibuk dengan urusan masing-masing. Aku harus bekerja, sementara Mina dan Mira sibuk dengan kuliah. Albert masih sekolah di SMA kelas tiga. Ibu juga masih sibuk mengurus pesanan jahitan.

Tetapi Aku tahu, ibu terus berdoa kepada Tuhan tentang ayah. Dia mencoba untuk mengampuni wanita yang merebut ayah. Dia mencoba untuk mengampuni ayah yang tega meninggalkan istri dan keempat anaknya. Dia terus mengampuni karena itu sudah digariskan oleh firman Tuhan. Dan memang apa yang direncanakan oleh Tuhan, itu akan terjadi. Rencana Tuhan tidak sama engan rencana Manusia.

“Kringggggg.” Terdengar bunyi telepon.

Ibu yang sudah selesai berdoa di kamar bernajak untuk menerima telepon itu. “Ya, siapa?”
Aku hanya melihat ibu berubah wajahnya, Tidak biasanya ibu menjadi pucat seperti itu, siapa yang menelepon ibu.

Aku tidak ambil peduli, aku harus segera pergi untuk kencan dengan Tania. Kencan hari ini tidak boleh gagal

***
Malamnya, sekitar pukul 9 malam aku sudah pulang dari rumah. Kulihat ibu dan ketiga adikku berada di ruang tamu. Tidak biasanya mereka duduk bersama tanpa ada hal apapun.

“Ada apa ini?”

“Ada sebuah kejutan. Kami tegang untuk menunggunya,” kata Mina.

“Kejutan apa? Apa yang ditunggu hingga kalian semua tampak tegang seperti itu.”

“Sebuah kejutan yang membuat kakak akan kaget. Kejutan yang lama untuk dinanti.”

“Ayah, ayah kembali ke rumah ini. Wanita itu telah meninggalkannya begitu ayah sudah miskin.”

“Aku hanya diam. Aku kaget bahwa ayah akan kembali ke rumah ini. Aku tidak tahu mengapa dia akhirnya memutudkan untuk kembali setelah lebih dari sepuluh tahun dia tidak pernah menjenguk kami atau menanmyakan kabar kami.

"Jam berapa dia akan datang?”

“Menurut penuturan ibu tadi, ayah akan datang jam sembilan ini. Seharusnya dia datang sekarang,” kata Mira.

“Akhirnya setelah lama berdoa dan berharap ayah kembali, doa dan haranp itu terkabul juga.” Albert senang sekali dengan kembalinya ayah.

“Ya, ternyata rencana Tuhan memang tidak sama dengan rencana manusia. Saat tinggal Albert dan Ibu yang mendoakan ayah, Tuhan beru memberi kita waktu sekarang untuk bisa bertemu lagi, berkumpul lagi.” Kata Mina

Apakah aku senang dengan kembalinya ayah. Aku sudah lama tidak memikirkannya setelah lima tahun terus berdoa tapi tidak ada hasil. Bahkan aku sempat berpikir jika memang ayah bahagia dengan kehidupannya sekarang tidak usah kembali saja. Biarlah dia menikmati kehidupannya yang sekarang. Kami sudah mapan, sudah terbiasa dengan tanpa kehadiran ayah. Posisi ayah sudah diganti dengan ibu. Ya, ibu sudah menjadi kepala keluarga sekarang.

“Dokdok dok...” terdengar suara pintu diketuk

“Siapa itu?” tanya ibu .

“Mungkin itu ayah.” Albert langsung beranjak untuk membuka pintu.

Pintu terbuka dan kulihat seorang pria tua dengan wajah yang sudah lama kulupakan. Wajah yang sudah lama tidak ingin kuingat lagi. Wajah yang sudah kuanggap sebagai masa lalu kehidupan keluarga kami.
“Ayah,” teriak Albert. Mina dan Mira datang menyambut kedatangan ayah. Ibu hanya berdiri mematung saja. Air matanya mengalir melihat ayah datang.

“Mina, Mira, Albert,” Ayah merangkul ketiga adikku itu. Ketiga adikku mengais tersedu-sedu melihat ayah mereka akhirnya kembali. Ibu juga akhirnya datang mendekat dan dipeluk oleh ayah.

Aku hanya berdiri mematung. Aku tidak tahu apakah aku harus datang mendekat kepada ayah atau tidak. Ayah adalah masa lalu yag harus dilupakan. Apakah sekarang masa lalu yang begitu kejam itu harus diterima kembali dengan tangan terbuka. Masa lalu yang akhirnya menimbulkan dendam tidak berujung. Aku tidak tahu, aku hanya diam mematung di tempatku.




2 komentar:

Anak Radja mengatakan...

akhirnya aku membaca postinganmu yg ini hingga selesai

Ibarat gunung yg tak terlalu tinggi untuk dicapai
dan Laut yg tidak terlalu dalam
sesungguhnya tangan Tuhan jg tak kurang panjang untuk menolongmu.Semua kan indah pada waktunya.
Bapa mengasihimu sodaraku.

Semua Tentang Kita mengatakan...

ok,,,kk thankss ya,,, uda mau baca tulisan ini,,huhuhuhuhhu!!!!!!!!!!!!!!!! n doa2 nya,,mantap,,hehehehheeh maju terus,,hohooh,,sory baru bals komentarnyayaya

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates